![]() |
Foto : Ahmad Suhud selaku Direktur Eksekutif Lembaga BP2A2N |
Kamis, 3 Juli 2025.
KABUPATEN TANGERANG - Diterapkannya sistem Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) di Banten menjadi titik awal reformasi dalam proses penerimaan siswa.
Hal itu disampaikan oleh Ahmad Suhud selaku Direktur Eksekutif Lembaga BP2A2N Banten kepada Awak Media.(03/07/2025)
Menurutnya, Sistem ini diklaim sebagai langkah penataan agar penerimaan peserta didik lebih akuntabel dan terukur. Namun, pasca-SPMB, sejumlah pihak justru mendorong agar aparat penegak hukum juga kembali melanjutkan proses dugaan pelanggaran yang sebelumnya menyeret beberapa Kepala sekolah, khususnya di Kabupaten Tangerang
Aktivis sekaligus Penggiat Sosial Ahmad Suhud, menyebut tak ada lagi alasan bagi aparat penegak hukum untuk menunda - nunda penanganan. Menurutnya, dengan Kepala sekolah kini dipaksa berjalan sesuai sistem yang ketat, penegak hukum pun semestinya konsisten dan adil," jelasnya
“Kalau semua sudah ditegakkan dengan sistem, semua pihak juga harus ikut tegak lurus. Jangan ada kesan pilih - pilih atau tarik - ulur untuk proses hukum,” ujarnya,
Suhud menyinggung adanya salah satu kasus di tingkat SMA Negeri di Tangerang yang sempat ditangani aparat namun hingga kini tak jelas penyelesaiannya.
Dirinya, menduga adanya pertimbangan non hukum yang membuat perkara tersebut tidak kunjung tuntas,"ucapnya
“Selama ini proses hukum kadang terhambat karena alasan klasik: "Enggak Enakan" Ini jadi budaya yang justru merusak sistem,” kata Ahmad Suhud.
Di sisi lain, dalam praktiknya, sejumlah Kepala sekolah rentan untuk di jebloskan ke penjara, sebagai contoh kecil dari penyalahgunaan wewenang Kepala sekolah adalah disebut sering kali terpaksa menggunakan dana sekolah untuk menutupi pengeluaran Non-teknis yang tidak tercatat dalam struktur anggaran resmi,"ungkapnya
Beberapa sumber menyebut, pengeluaran tersebut kerap berbentuk pemberian transportasi kepada oknum dari Lembaga Swadaya Masyarakat, oknum Wartawan, atau bahkan ‘Uang bensin’ untuk tamu - tamu dari instansi tertentu.
“Yang seperti ini kan enggak mungkin ditulis di laporan. Tapi realitanya ada. Dan tidak sedikit Kepala sekolah yang terjebak harus mengambil dari dana BOS,” ujarnya yang memahami dinamika sekolah.
Menurutnya, bila dikalkulasi dalam Skala tahunan dan lintas sekolah, nominal penggunaan dana Non-teknis ini bisa mencapai angka yang tidak kecil.
Ahmad Suhud mengakui bahwa kondisi seperti ini menempatkan seorang Kepala sekolah dalam posisi dilematis.
Ia menyebut Kepala sekolah kerap menjadi sasaran ketika aparat melakukan pemeriksaan, namun akar masalah Strukturalnya jarang disentuh.
“Kepala sekolah itu dituntut jadi pemimpin, manajer, sekaligus pelayan. Tapi tidak diberi perlindungan dari tekanan informal. Mereka rentan dijadikan kambing hitam,” katanya.
Suhud juga menyebut, jika penegakan hukum dilakukan secara masif tanpa disertai pembenahan sistem dan perlindungan kelembagaan, bukan tidak mungkin akan terjadi kekosongan jabatan Kepala sekolah dalam jumlah besar.
“Kalau semuanya ditindak tanpa persiapan, bisa Chaos. Tapi ini bukan berarti dibiarkan. Justru pemerintah harus memastikan bahwa Kepala sekolah tidak lagi dijadikan ATM oleh oknum pihak luar,” ujarnya.
Saya menduga praktik permintaan uang oleh oknum di luar sekolah masih terus berlangsung hingga kini, meski tidak pernah muncul dalam laporan resmi.
“Kalau mau bersih, jangan setengah - setengah. Proses hukum harus jalan, tapi pelindung sistemnya juga harus diperkuat. Termasuk menyentuh siapa saja yang selama ini ikut menikmati dana pendidikan tanpa kewenangan,” tegasnya.
Ahmad Suhud menyatakan, penegakan hukum terhadap dugaan penyimpangan Kepala sekolah pasca-SPMB hanya akan efektif jika dibarengi dengan keberanian menyentuh seluruh aktor yang bermain di balik layar.
“Kalau Kepala sekolah saja diminta tegak lurus, maka semua pihak termasuk Aparat Penegak Hukum, Dinas, hingga oknum Eksternal harus ikut lurus. Keberanian membongkar sistem yang sudah terlalu lama nyaman dalam kelenggangan,”pungkasnya
(Red/Yanto)