Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

iklan

Iklan

Indeks Berita

Pola Diskriminasi Terjadi, Dunia Pendidikan di Kecamatan Kresek, Tercoreng

Jumat, 26 September 2025 | 08:32 WIB Last Updated 2025-09-26T01:39:10Z

 

H. Alamsyah MK. Ketua LSM GERAM Banten Indonesia

Editor : Tri Wahyudi, RealitaNews.co.id_
‎Jum'at, 26 September 2025.


KABUPATEN TANGERANG - Potret kelam dunia pendidikan di Kecamatan Kresek, khususnya Kabupaten Tangerang, Setelah 21 siswanya kedapatan menenggak minuman keras di lingkungan sekolah. Alih - alih mereka mencari solusi pembinaan, sejumlah siswa justru kini terancam putus sekolah.


Polemik mencuat di SMA Negeri 7 Kecamatan Kresek ditambah para Orang tua murid mengaku tidak pernah diajak musyawarah, bahkan mereka diduga ditekan pihak sekolah untuk segera memindahkan anaknya, meski kondisi ekonomi keluarga mereka tidak memungkinkan.(26/09/2025) 


Apalagi  yang paling disorot adalah salah satu siswa bernama Hadi Masroni, pelajar kelas XII yang hanya tinggal 6 bulan lagi menuju kelulusan. Namun, nasibnya kini tergantung di ujung tanduk.


Statusnya digantung tanpa kepastian, bahkan wali kelas diduga pernah menyatakan bahwa seluruh guru tidak lagi mau mengajar Hadi. Ironis dan miris ! ! 


Sementara itu salah satu perwakilan SMA 7 Kabupaten Tangerang yang tak ingin namanya ditulis awak media juga membenarkan adanya kasus tersebut. Namun ia membantah tudingan adanya pemecatan atau pemaksaan pindah," ucapnya


“Kami tidak ada memberhentikan siswa, hanya memberikan peringatan dan skorsing. Mereka tetap diberi tugas agar tidak tertinggal pelajaran. Sanksi ini hanya untuk memberikan efek jera saja agar tidak terulang kembali,” ujarnya


Namun pernyataan itu dibantah keras oleh orang tua siswa. Ahmad Nawawi, ayah Hadi Masroni, yang mengungkapkan langsung fakta berbeda. Dirinya menyebut anaknya sudah 3  minggu tidak bisa bersekolah, padahal surat skorsing resmi hanya berlaku 1 minggu," ungkapnya kepada Awak media


“Kami orang tua tidak pernah diajak musyawarah sama sekali.  Lalu kenapa pihak sekolah SMA 7 tidak mencoba duduk bersama dengan kami, malah langsung menekan anak - anak kami untuk segera pindah sekolah ? Sedangkan kami orang tidak mampu, tidak punya biaya untuk pindah,"ucapnya kesal


"Anak saya hanya tinggal 6 bulan lagi lulus, tapi tidak diberi kesempatan. Ini tidak manusiawi dan lebih pada penekanan, bukan pembinaan," tegas Ahmad dengan nada kecewa.


"Saya hanya mempertanyakan sikap pihak sekolah yang dianggap pilih kasih. “Kenapa 9  siswa lain yang juga terlibat bisa bersekolah kembali, tapi anak saya tidak ? Ini ada apa, atau karena saya orang tidak punya ? Ini jelas tidak adil. Anak saya hanya ikut - ikutan, mereka tak pernah memikirkan nasib dan masa depannya lantas mengapa abak saya yang harus dikorbankan,” imbuhnya.


Berdasarkan informasi yang dihimpun, dari 21 siswa tersebut, sekitar 10 orang sudah pindah ke sekolah lain, 9 orang tetap bersekolah di SMA 7, sementara 2 siswa yakni Hadi Masroni dan M. Khaerul Anam terkatung - katung tanpa kepastian, hanya karena orang tua mereka tidak mampu membiayai perpindahan sekolah.


Persoalan ini sontak memantik keprihatinan sejumlah pihak, tak terkecuali H. Alamsyah MK selaku Ketua LSM. GERAM Banten Indonesia yang juga pengamat dunia pendidikan Kabupaten Tangerang.


Menurutnya, hak anak untuk mendapatkan pendidikan tersebut dijamin oleh konstitusi dan undang - undang. Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945 bahkan disitu jelas ditegaskan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak.”jelasnya


Bahkan pada Pasal 9 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga menekankan bahwa “Setiap warga negara yang berusia 7 sampai 15  tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”terangnya


Dan pada UU Nomor 35 Tahun 2014 juga mengatur tentang Perlindungan Anak yang menegaskan bahwa anak berhak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi, "tutur Alamsyah


Namun ini di Kabupaten Tangerang, terjadi dan sangat Ironis sekali, di tengah payung hukum yang begitu jelas, masih ada siswa yang nyaris kehilangan masa depannya hanya karena masalah disiplin yang semestinya bisa ditangani dengan pola pembinaan, bukan pengusiran,"ungkap H. Alamsyah.


Sampai berita ini diturunkan, Kepala Sekolah SMA 7 Kabupaten Tangerang, Suci Lestari, maupun pihak Dinas Pendidikan Provinsi Banten, belum dapat memberi penjelasan dan konfirmasi atas polemik yang menimpa para siswa tersebut


Kasus SMA 7 Kabupaten Tangerang ini menjadi catatan dan presden buruk dunia pendidikan khususnya di Kecamatan Kresek yang telah ditetapkan menjadi kampung Santri oleh Wakil Presiden KH. Ma'aruf Amin,  serta menimbulkan pertanyaan besar, apakah hak anak atas pendidikan bisa digadaikan dengan alasan kedisiplinan ? Ataukah memang benar adanya praktik kesewenang - wenangan di sekolahan tersebut, hingga timbul diskriminasi yang menyalahi aturan dalam dunia pendidikan kita,"pungkas H. Alamsyah MK




(Red/Yanto)