![]() |
Minggu, 23 November 2025.
Reformasi perizinan melalui UU No. 11 Tahun 2020 dan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja telah menghapus izin lingkungan yang sebelumnya diatur dalam Pasal 36–40 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Izin lingkungan, sebagai izin mandiri yang dapat dicabut langsung jika terjadi pelanggaran, menjadi fondasi kuat pengawasan negara. Instrumen ini memungkinkan tindakan cepat terhadap pelaku usaha yang tidak mematuhi AMDAL maupun UKL-UPL. Namun, setelah pemberlakuan PP No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan LH serta PP No. 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, izin lingkungan digantikan dengan persetujuan lingkungan yang hanya menjadi dokumen administratif dalam proses perizinan berusaha dan tidak dapat dicabut secara mandiri.
Perubahan dasar hukum ini berdampak besar terhadap penerapan prinsip strict liability yang tetap diatur dalam Pasal 88 UUPPLH. Meski norma tanggung jawab mutlak masih berlaku, hilangnya izin lingkungan sebagai instrumen pengawasan substantif menyebabkan strict liability kehilangan landasan administratif yang dulu mempermudah pembuktian tanggung jawab. Kini pelaku usaha dapat berlindung di balik persetujuan lingkungan yang tidak sepenuhnya mencerminkan kesiapan teknis dalam pengelolaan dampak lingkungan. Lemahnya struktur hukum baru ini tampak pada kasus pencemaran radioaktif Cesium-137 di Cikande, di mana pengawasan negara tidak mampu mendeteksi dini, dan proses penelusuran tanggung jawab tersendat karena persetujuan lingkungan yang bersifat administratif dan tidak memberikan kewenangan pencabutan operasional secara langsung.
Melihat dinamika tersebut, penulis menilai bahwa revisi regulasi perizinan lingkungan mendesak dilakukan. Pemerintah perlu memperkuat kembali fungsi substantif persetujuan lingkungan melalui revisi PP 22/2021 dan PP 5/2021 agar kewenangan pencabutan langsung dapat dipulihkan sebagai bagian dari asas kehati-hatian dan pencegahan. DPR juga perlu mempertimbangkan revisi terbatas terhadap ketentuan UU Cipta Kerja yang menghapus izin lingkungan, guna mengembalikan keseimbangan check and balance dalam pengawasan lingkungan. Prinsip strict liability harus ditegakkan secara konsisten demi menjamin perlindungan lingkungan hidup dan menjaga keselamatan masyarakat. Penyederhanaan birokrasi tidak boleh menghilangkan benteng utama perlindungan ekologis yang menjadi inti dari hukum lingkungan di Indonesia.
(Red)
