![]() |
Foto : Ahmad Suhud, Direktur Eksekutif Lembaga BP2A2N Provinsi Banten |
Minggu, 31 Agustus 2025.
KABUPATEN TANGERANG - Jelang berakhirnya Bulan Agustus, kita semua di pertontonkan dengan aksi kemarahan masyarakat yang meledak dengan sasaran simbol - simbol kekuasaan, mulai dari rumah anggota Dewan, kantor DPRD di beberapa Daerah, hingga markas kepolisian. Fenomena ini menunjukkan mulai runtuhnya legitimasi moral DPR di mata rakyat
Padahal waktunya kurang dari satu tahun setelah pelantikan anggota Dewan. Namun Realitasnya, banyak anggota DPR yang menunjukkan sikap arogan, tidak sensitif terhadap aspirasi publik, dan cenderung hidup dalam lingkaran Privilese.
Dalam pandangan dan prespektif Politik Aktivis Kabupaten Tangerang, Ahmad Suhud yang juga selaku Direktur Eksekutif Lembaga BP2A2N Provinsi Banten, kepada Awak Media menjelaskan, "Lihat akibat Dominasi Pengusaha di Parlemen serta munculnya konflik kepentingan yang terlihat sangat nyata, hal ini yang memicu konflik (31/08/2025)
Dari data Indonesia Corruption Watch (ICW), yang dikutip, ada sekitar 61% anggota DPR periode 2024 - 2029 memiliki keterkaitan dengan dunia usaha. Angka ini menunjukkan tingginya potensi konflik kepentingan (conflict of interest), yaitu kondisi di mana pejabat publik memiliki kepentingan pribadi yang dapat memengaruhi kebijakan publik.
Ahmad Suhud menjelaskan, Dalam praktiknya, konflik kepentingan sering kali menyebabkan legislasi dan fungsi pengawasan DPR tidak berpihak pada rakyat, melainkan lebih condong pada kepentingan bisnis. Hal ini menjelaskan mengapa publik menilai DPR lebih sibuk mengurus kepentingan ekonomi elite dibanding memperjuangkan kebutuhan masyarakat kecil," tegasnya
Kemudian semakin menakutkannya pengaruh pengusaha, dinasti politik juga semakin menguat. Berdasarkan kajian Lembaga BP2A2N Provinsi Banten, terdapat sejumlah anggota DPR yang memiliki hubungan kekerabatan politik berkisar antara 79 hingga 174 orang, atau sekitar 30% kursi di parlemen," ucap Suhud.
Fenomena ini menggerus prinsip Meritokrasi, yaitu sistem yang menempatkan individu dalam jabatan berdasarkan kapasitas, integritas, dan prestasi, bukan karena hubungan keluarga atau modal politik. Dampak dari politik dinasti ini antara lain :
= Banyak legislator yang minim kapasitas kepemimpinan maupun rekam jejak intelektual.
Tumbuhnya arogansi kekuasaan, karena jabatan dianggap warisan atau privilese.
= Kurangnya sensitivitas sosial, terbukti dari ucapan maupun kebijakan yang kerap menyinggung masyarakat. atau Krisis Representasi dari Aspirasi
Dalam teori demokrasi, representasi adalah prinsip dasar yang menjamin rakyat memiliki wakil di lembaga legislatif. Namun, ketika wakil rakyat lebih berpihak pada diri sendiri dan kelompok elite, terjadi krisis representasi tersebut,"ungkap Ahmad Suhud
Krisis ini tampak nyata melalui peristiwa kerusuhan di berbagai wilayah Indonesia:
1) Pembakaran gedung DPRD di sejumlah provinsi.
2) Perusakan dan penjarahan rumah anggota dewan.
3) Pembakaran fasilitas kepolisian setelah insiden yang memicu kemarahan publik.
Data dari media nasional dan internasional menyebutkan bahwa kerusuhan ini menimbulkan korban jiwa dan kerugian besar, sementara pemicu awalnya adalah kontroversi terkait tunjangan pejabat publik dan insiden yang menewaskan warga sipil.
Fenomena ini adalah manifestasi delegitimasi (hilangnya legitimasi) terhadap lembaga legislatif.
Jika ini terus dibiarkan, dampak jangka panjangnya adalah :
# Erosi kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi.
# Meningkatnya aksi politik jalanan di luar institusi formal.
# Radikalisasi tuntutan politik, dari perbaikan menuju desakan perubahan sistem secara total.
Istilah kerennya Revolving Door merujuk pada praktik keluar masuknya figur dari dunia bisnis ke dunia politik atau sebaliknya. Dalam konteks DPR, banyak legislator yang juga berperan sebagai pengusaha. Akibatnya, gaya hidup glamor, pamer kekayaan, dan sikap elitis semakin kontras dengan penderitaan rakyat.
Masyarakat marah bukan hanya karena kebijakan, tetapi juga simbolisme, wakil rakyat yang hidup jauh di atas rakyatnya, tetapi arogan ketika dikritik.
Oleh karena itu untuk keluar dari krisis ini, perlu langkah cepat sekaligus reformasi jangka panjang :
1. Penguatan Regulasi Konflik Kepentingan
Atur lebih ketat larangan legislator merangkap jabatan di perusahaan atau terlibat langsung dalam bisnis yang berkaitan dengan kebijakan publik. UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara Bersih dari KKN dapat dijadikan dasar penguatan.
2. Transparansi Aset dan Kepemilikan
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) harus diintegrasikan dengan register pemilik manfaat perusahaan sebagaimana diatur dalam Perpres 13/2018. Hal ini memungkinkan publik melacak kepemilikan tersembunyi yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
3. Reformasi Kaderisasi Partai Politik
Partai politik perlu didorong menerapkan sistem kaderisasi berbasis meritokrasi, bukan semata modal finansial atau nama keluarga.
4. Cooling-off Period
Terapkan masa jeda bagi pejabat publik sebelum kembali menduduki posisi strategis di sektor bisnis. Mekanisme ini lazim digunakan di negara lain untuk mencegah penyalahgunaan jabatan.
5. Penegakan Etik yang Transparan
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) harus diperkuat dengan kewajiban publikasi putusan secara terbuka, agar akuntabilitas anggota DPR dapat diawasi langsung oleh rakyat.
Ingat Kemarahan rakyat adalah alarm keras bagi demokrasi Indonesia. Kekerasan massa memang tidak dapat dibenarkan, namun pemicu struktural tidak boleh diabaikan. Tanpa perubahan mendasar, siklus yang sama akan terus berulang, parlemen yang tidak mewakili rakyat, rakyat yang frustrasi, dan demokrasi yang rapuh.
Reformasi menyeluruh adalah satu-satunya jalan untuk mengembalikan DPR sebagai rumah rakyat, bukan kantor para pengusaha dan dinasti politik,"pungkas Ahmad Suhud
(Red/Yanto)